Perpustakaan Alexandria atau Perpustakaan Iskandariyah adalah pernah menjadi perpustakaan terbesar di dunia. Dia biasanya dianggap didirikan pada awal abad ke-3 SM pada masa pemerintahan Ptolemeus II dari Mesir setelah bapaknya mendirikan kuil para Musai, Musæum (yang merupakan asal kata "Museum"). Pengaturan awal dilakukan oleh Demetrius Phalareus. Perpustakaan ini diperkirakan menyimpan sekitar 400.000 sampai 700.000 naskah pada masa puncaknya. Sekarang Bibliotek Alexandria diresmikan pada 2003 dekat lokasi di mana perpustakaan ini dulu berdiri.
Proses pembuatan legenda
Pada zaman dahulu, kota Alexandria (Iskandariyah) terkenal dengan bangunannya yang termasyhur namun sekarang sudah lenyapseperti Faros, mercusuar kuno yang konon tingginya mencapai 110 meter dan diangap sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, dan makam Alexander yang Agung. Dinasti Yunani, Ptolemeus mewarisi Mesir dari Alexander dan menguasai negeri itu sampai Caesar Octavianus Augustus mengalahkan Antonius dan Cleopatra
pada tahun 30 SM. Dibawah Ptolemeus, Aleksandria berubah secara
drastis. Sesungguhnya, kota itu "Selama suatu masa menjadi pusat
perdagangan dan budaya dunia", menurut Atlas of the Greek World. Pada puncak kejayaannya. Aleksandria berpenduduk sekitar 600.000 jiwa.
Daya tarik kota itu adalah perpustakaan
kerajaannya. Didirikan pada awal abad ketiga Sebelum Masehi (SM) dan
disponsori sepenuhnya oleh keluarga Ptolemeus, perpustakaan itu beserta
kuil dewi-dewi Muse menjadi pusat ilmu pengetahuann dalam dunia Hellenistik. Konon, perpustakaan ini memiliki 700.000 gulungan papirus. Sebagai perbandingan, pada abad ke-14, Perpustakaan Sorbonne
yang katanya memiliki koleksi terbesar dizamannya hanya memiliki 1700
buku. Para penguasa Mesir begitu bersemangat untuk memperbanyak koleksi
mereka sampai-sampai mereka memerintahkan prajurit untuk menggeledah
setiap kapal yang masuk guna memperoleh naskah. Jika ada naskah yang
ditemukan, mereka menyimpan yang asli dan mengembalikan salinannya.
Menurut beberapa sumber, ketika Athena meminjamkan naskah-naskah drama klasik Yunani asli yang tak ternilai kepada Ptolemeus III,
ia berjanji membayar uang jaminan dan menyalinnya. Tetapi sang raja
malah menyimpan yang asli, tidak mengambil kembali uang jaminan itu, dan
memulangkan salinannya.
Deretan panjang nama-nama pemikir besar yang bekerja di perpustakaan
dan museum Aleksandria mencakup para cendikiawan kelas dunia. Para
cendekiawan di Aleksandria menghasilkan karya-karya besar dalam bidang geometri, trigonometri, dan astronomi, serta bahasa, kesusastraan dan kedokteran. Menurut kisah turun-temurun, di tempat inilah ke-72 cendekiawan Yahudi menerjemahkan Kitab-kitab bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani, dengan demikian menghasilkan Septuaginta yang termasyhur itu.
Perpustakaan itu lenyap
Ironisnya, para panitera merasa tidak perlu menguraikan bangunan-bangunan umum Aleksandria secara terperinci. Sebab pernyataan Athenaus, sejarahwan abad ketiga, adalah contoh yang khas, yakni "Menyangkut
jumlah buku, pendirian perpustakaan-perpustakaan, dan koleksi di Balai
Dewi-Dewi Muse, buat apa saya ceritakan, karena semua itu ada dalam
ingatan orang-orang?"
Komentar-komentar semacam itu membuat frustasi cendikiawan modern,
yang ingin sekali mengetahui lebih banyak tentang perpustakaan kuno yang
mempesona ini.
Sewaktu bangsa Arab menaklukkan Mesir pada tahun 640,
perpustakaan Alexandria kemungkinan sudah tidak ada. Para cendikiawan
masih berdebat tentang bagaimana dan kapan tepatnya perpustakaan itu
lenyap. Ada yang mengatakan bahwa banyak isinya mungkin hilang sewaktu Julius Caesar membakar sebagian kota itu pada tahun 47.
Apa pun penyebabnya, lenyapnya perpustakaan itu menyebabkan hilangnya
segudang pengetahuan. lenyap pula ratusan karya penulis drama Yunani
serta catatan tentang 500 tahun pertama sejarah Yunani kecuali beberapa
karya Herodotus, Tusidides dan Xenopon.
Antara abad ketiga dan keenam Masehi kota Alexandria sering mengalami
kerusuhan, pertikaian dan peperangan antara Orang Yahudi, Orang Kristen
dan agama lain. Sehingga tak terhitung banyaknya naskah naskah kuno
yang musnah. Hal ini serupa dengan kejadian pada
perpustakaan-perpustakaan di Baghdad ketika penyerbuan Genghis Khan dari bangsa Mongol ke Timur Tengah, bahkan sama ketika perpustakaan Bagdad mengalami penjarahan kembali ketika penyerbuan Amerika Serikat pada tahun 2003 lalu.
0 comments:
Post a Comment